MENJELANG hari H, Nania masih sukar mengungkapkan alasan kenapa dia
mahu menikah dengan lelaki itu. Setelah melihat ke belakang, hari-hari
yang dilalui, gadis cantik itu sedar, keheranan yang terjadi bukan
semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama,
kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania.
Mereka ternyata sama herannya.
“Kenapa?” tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati
hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.
Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.
Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan
lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai