Saturday 13 April 2013

Sebuah Tragedi




“Salsa, Suryo ngelaporin kamu ke BP. Cepetan kamu foto. Kayanya bentar lagi kamu dipanggil ke BP.” Arin meneriakiku dari luar.
Wajahku pucat. Tanganku dingin. Tidak cukupkah kejadian memalukan tadi? Ini kali pertama aku dipermalukan sekaligus disakiti. Perih.
“Iya Rin, makasih infonya,” jawabku singkat. Rina segera meluncur pergi, mencari informasi lagi.
“Salsa, kita ngedukung kamu kok,” Lia menepuk bahuku. Aku hanya mengangguk lemas.
Segera kutanggalkan jilbab putihku. Menyisir beberapa helai rambut kemudian menaburkan sedikit bedak putih di wajah. Ah, betapa bodohnya, bedak itu tak akan mempan menyembunyikan wajah pucatku.
“Ayo Salsa,” Lia membetulkan kerah bajuku.
Sebentar saja aku berkaca dan kemudian memandang sekeliling laboratorium biologi. Dari dalam sini bisa kulihat sekumpulan orang berkumpul di depan ruangan ini.
“Jpret..jpret..” cukup dua kali sang tukang foto mengambil fotoku. Foto yang akan kupakai seumur hidup. Foto ijazah. Segera saja aku memasang kembali jilbabku, merapikannya seperti semula.
“Tenangin diri kamu dulu Sa. Tadi aku dapet surat panggilan dari BP, kamu dipanggil sekarang. Tapi kalau kamu belum siap jangan maksain diri. Ini minum dulu,” Arin yang baru datang menyerahkan segelas air mineral dingin.
“Makasih Rin, mending sekarang aja biar semuanya langsung beres.” Aku minum sebentar dan langsung meluncur ke ruang BP ditemani kedua sahabatku. Di luar, seperti yang kuluhat tadi, ada sekelompok orang berkumpul. Saat aku lewat, mereka memandangiku dalam diam. Entahlah, seperti pandangan iba, kasihan, atau apalah itu. Perasaanku lengkap seperti terdakwa yang akan diadili.
“Salsa, kami dukung kamu kok. Semangat yaa. Kita semua juga tahu si Suryo itu orang macam apa” Saras, teman sekelasku, salah satu dari mereka angkat bicara. Entahlah, kalimat itu sedikit membuat hatiku tenang.

Alhamdulillah akhirnya inget password blog, semoga azzam buat nulis rutin di blog bukan hoax!