Wednesday 26 December 2012

Mengatasi Masalah Dengan Jurus Jitu Petinju


Namanya juga anak kuliah, pasti tidak bisa dipisahkan dengan yang namanya tugas. Tugas belajar. Belajar akademik, belajar organisasi, belajar nyari duit, belajar pergerakan, dan tak ketinggalan belajar kehidupan. Karena banyak belajar itulah, tidak sedikit anak kuliah merasa stres. Kadang terfikir, andai manusia seperti hujan. Memulai hidupnya dari arakan awan menghitam pucat dengan mendung khasnya. Mengambang berjalan berarak riang bersama kawan seperjuangan. Merasa panas dingin tak karuan. Ditempa berhari-hari berbulan-bulan. Hingga kemudian pada saatnya ia harus mendamai kenyataan, berpisah dengan awan lain dan akhirnya dengan khusyuk menghempaskan dirinya kebawah. Layaknya manusia, suatu saat ia akan menabrak tanah, menghujam batu
atau beragam bentuk karya cipta manusia yang kian hari makin layu. Bukan tanpa aral lintang yang menghadang, sesekali ia harus bertanding melawan angin. Yang berusaha sekuat tenaga memalingkan niatnya. Mengajaknya tetap membumbung tinggi diatas, melayang-layang tanpa arah dan tujuan yang jelas. Namun ia tak bergeming. Air tetap air, apapun yang terjadi, ia akan tetap mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Begitu khusyuk, begitu ikhlas. Entahlah, mungkin karena tidak ada yang ia pikirkan kecuali menjalankan tugasnya sebagai hujan. Iapun tak pernah berfikir tentang sanjung pujian yang dihadiahkan makhluk bernama manusia karena pengorbanannya membuahkan goresan tinta indah berwarna di langit mayapada. Pantulan semu yang selalu ditunggu. Sangat indah. Awan, hujan, air, masing-masing menjalankan perannya. Semuanya begitu khusyuk, begitu tunduk menjalankan titah yang mencipta. Harmonisasi yang sempurna.  Andai itu manusia, kurasa akan lebih istimewa.
Teringat akan firman indahnya, “Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang Diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri (Q.S. Al-Hadid ayat 23).” Seorang muslim tak perlu bersedih hati pada apa yang terjadi padanya. Tak peduli seberapa banyak cobaan yang diuji Sang Pencipta pada hamba-Nya. Karena masalah itulah yang akan menjadi parameter dan tolak ukur derajat seorang hamba. Kalau kata orang, “Makin tinggi pohon kelapa, makin sering angin menyapa,” ternyata dalil ini berlaku. Seringkali kita berfikir bahwa kitalah orang paling malang sedunia. Berbagai masalah, cobaan, tekanan, dan segala macamnya itulah yang seringkali membuat seseorang stres dan pada akhirnya putus asa. Namun sadar atau tidak, itu merupakan sebuah ujian kelulusan yang diberikan Sang Pencipta. Layaknya ujian, manusia belum akan naik satu tingkatan jika ia belum mampu melewati ujian tersebut. Allah swt berfirman, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira pada orang-orang yang sabar (Q.S. Al-Baqarah ayat 155).”
Upaya pertama ketika kita terjangkit penyakit bernama stres adalah dengan mencari penyebab stres tersebut. Cari persoalan apa yang membuat kita merasa benar-benar merasa tertekan. Coba dipikirkan lagi, apakah masalah itu berasal dari diri sendiri atau berasal dari orang lain. Kemudian berikan mindset dalam pikiran kita, bahwa masalah merupakan suatu parameter ujian ketaqwaan. Tidak bisa melewatinya, berarti tidak lulus. Dan Allah akan terus menguji sampai sang hamba benar-benar bisa melewati. Selanjutnya, jangan berfikir bahwa kita adalah orang yang paling malang sedunia. Masih banyak saudara-saudara kita diluar sana yang lebih menderita. Sesekali tengoklah saudara kita dikolong jembatan atau sesekali perhatikan anak-anak kecil yang menyapa kita dengan senyum manisnya saat menengadah tangan meminta belas kasihan. Tidakkah kita lebih beruntung dari mereka? Selanjutnya bersyukurlah, bersyukur atas segala yang telah diberikan Sang Pencipta kepada kita. Bersyukur karena masih diberikan kesempatan menghela napas lega saat tak sedikit orang harus mengeluarkan uang berjuta-juta hanya untuk merasa indahnya udara. Bersyukur karena Sang Pencipta, Allah swt, masih sudi memperhatikan setitik noktah amat sangat kecil di alam jagad raya. Kemudian cobalah sesekali berkata dengan anggunnya berkata, “Wahai masalah yang kecil, aku mempunyai Tuhan yang Maha Besar”.
Satu lagi, siapkan hati sejernih aquades, sedalam samudera, seluas jagad raya, karena secangkir air garam akan terasa asin jika diminum sendirian. Beda halnya jika air garam itu kita campur dengan air danau, akan terasa tawar bukan? Masalah sebesar apapun tak akan berasa saat yang ditujunya adalah hati yang lapang.
Jika bicara tentang jurus, matematika sudah bukan jamannya. Manusia yang baik tidak mengenal 1-1=0,  namun 1-1=2. Karena semakin banyak kita membagi dan memberi, maka semakin banyak kita mendapatkan. Itulah yang dimaksud hati yang jernih. Tak mengharap balasan apapun kecuali pada Sang Maha Pemberi Balasan. Karena pengharapan kepada sesama hamba akan sia-sia. Dan jika pengharapan itu sia-sia, maka yang akan terjadi adalah kekecewaan, yang bisa menjadi penyebab stres. Maka pegang teguhlah prinsip seorang petinju, yang memberi sebanyak-banyaknya, tanpa mengharap balasan. Karena pada hakikatnya sebaik-baik manusia adalah manusia yang memberi kebermanfaatan bagi sesama.
Dan yang terakhir, jangan pernah lupa untuk selalu mengingat-Nya. Dalam firman indahnya, di surat Ar-Ra’d ayat 28, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.”

No comments:

Post a Comment

Alhamdulillah akhirnya inget password blog, semoga azzam buat nulis rutin di blog bukan hoax!