Saturday 30 November 2013

Lomba Lari


Perbincangan Jum’at pagi, dua belas minggu yang lalu mengingatkanku pada sebuah masa saat aku masih kecil, dan mungkin karena aku menyukai kisah, ingatan itu masih melekat hingga sekarang.

Ini tentang sebuah kisah yang terdengar dari walkman yang sedang ngetrend dimasanya. Aku ingat betul bagaimana perjuanganku untuk sampai bisa mendapatkannya. Tapi cerita ini lebih dari sekedar perjuanganku mendapatkan walkman itu. Suatu saat aku mendengar ceramah seorang ustadz yang berkisah di sebuah stasiun radio.
Ini tentang kisah perjuangan, perjuangan sebenar-benarnya seorang pejuang. Analogi sederhana, namun dapat diterima oleh anak SMP seusiaku dulu.

Perjuangan itu adalah perjuangan lomba lari. Bukan sekedar lomba lari memang, tapi ini perjuangan kehidupan. Dalam sebuah lomba lari, pasti setiap orang ingin mencapai finish. Bagaimanapun juga, finish adalah harga mati yang harus dicapainya. Juara berapapun ia.

Sama seperti manusia. Ketika lahir, seorang anak manusia diciptakan sama. Ibaratnya, ia adalah kandidat peserta lomba lari yang sangat berkesempatan untuk bisa sampai digaris finish. Ia masih lemah, belum bisa melakukan apapun selain menangis. Tuhan memberinya bekal jasad, akal dan hati. Selanjutnya orang tua dan lingkungannyalah yang akan membetuknya menjadi manusia seperti apa, membentuknya akan tiba di garis finish atau tidaknya? Satu keuntungan bagi ia yang dilahirkan dari rahim seorang muslim. Karena jika ia menjadi muslim, itu artinya ia telah mempunyai tiket untuk mengikuti perlombaan lari, begitu pula sebaliknya.

Perlombaan dimulai. Memang tidak semuanya serempak, peserta memulai lomba mengikuti masanya masing-masing. Ah iya, bedanya disini cepat lambat bukanlah hal utama, yang paling penting adalah sampai finish. Dan iapun memulai lombanya masing-masing. Awalnya secepat kilat ia berlari, ingin mengejar kawan lain yang ada di depan sana. Tak peduli sekeras apa jalan itu, tak peduli selancip apa kerikil yang menyertainya, ia tetap semangat, tak ingin menyisakan sedikitpun waktunya untuk berleha-leha.

Beberapa saat kemudia ia mulai lelah. Kelelahannyapun diuji dengan semakin berkeloknya kelokan, semakin bercabangnya jalan. Ia mulai gamang. Samapai akhirnya ia memutuskan untuk mencari orang yang bisa ia jadikan teman untuk berjalan bersama, saling membantu dengan harapan dapat mencapai garis finish nantinya. Perjalananpun dilanjutkan, ia yang dulu tak mempunyai kawan, kini tidak sendirian. Ada si dia yang menemaninya, yang menyemangati dan ia semangati.
Jalan semakin terjal. Mereka semakin mengencangkan ikatan. Lama berselang kemudian mereka dapati satu-persatu orang di samping kanan kirinya berjatuhan, tak cukup bekal atau tidak menggunakan bekalnya dengan benar barangkali.

Tapi masih banyak juga yang bersemangat. Tak jarang ia disalip dari kanan kiri. Anehnya setiap orang yang menyalip itu selalu menyunggingkan senyum menyemangati. Mereka makin bersemangat. Keringat makin mengucur deras, jalan makin parah, tak hanya berkelok dan terjal, tapi juga berlubang. Berita baiknya mereka tak kahabisan bekal dan akal, mereka memanfaatkan bekal awal dari Tuhan tadi dengan sebaik-baiknya. Sampai akhirnya ia mencapai finish. Betapa gembiranya hati mereka. Namun ternyata ada pula orang-orang yang tidak mempunyai tiket, bukan peserta lomba lari, tapi ternyata ikut lari. Mereka tak dapat mencapai finish, belum melewati garisnya, mereka sudah disuruh berhenti oleh petugas di sana. Disuruh keluar dari area permainan karena ia bukan pemain. Sayang.
Itulah manusia, dengan perjalanannya yang panjang. Mempunyai satu tujuan bersama. Meskipun dalam satu kompetisi, tak menyikut kiri kanan tapi malah memberi senyuman, indah bukan?
Itu pula bedanya muslim dengan yang belum muslim. Kita sama-sama berlari, sama-sama memberikan kebaikan. Namun mempunyai beda akhir, antara yang menjadi pemain dan hanya ikut bermain.

Bogor, 20131130

No comments:

Post a Comment

Alhamdulillah akhirnya inget password blog, semoga azzam buat nulis rutin di blog bukan hoax!