“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. Sapardi Djoko Damono (1982)
Tuesday, 30 December 2014
Kasihan bangsa yang memakai pakaian yang tidak ditenunnya
Memakan roti dari gandum yang tidak dituainya
dan meminum anggur yang tidak diperasnya
Kasian bangsa yang menjadikan orang bodoh menjadi pahlawan
dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah
~Kalil Gibran
Materi Politik Pangan, menu belajar malam itugambar
Friday, 26 December 2014
"Kami menggoyangkan langit, menggemparkan daratan, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2,5 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."
Itulah pidato Bung Karno (1901-1970), Presiden pertama Republik Indonesia saat hendak meletakkan batu pertama pembangunan Gedung Fakultas Pertanian di Bogor tanggal 27 April 1952.
gambar
Tuesday, 23 December 2014
Sunday, 21 December 2014
Kampus Sudah Tidak Aman Lagi!!
Entahlah tidak
seperti biasanya akhir-akhir ini banyak sekali kejadian pencurian, penjambertan
dan lain-lain di area kampus dan sekitarnya. Komunikasi yang makin canggih
membuat info menyebar cepat. Bisa agak dimaklumi jika kejadian ini terjadi pada
bulan puasa mendekati lebaran, maklum kebutuhan makin banyak harga makin
meningkat. Eh sekarang ga bulan puasa, ga deket-deket lebaran hape tak
henti-hentinya ngabarin kejadian-kejadian serem yang membuat diri harus mikir
dua kali kalo mau keluar sendiri. Ga selebay itu juga sih, tapi abis tadi ada
kejadian pembacokan di pangkot entah karena masalah apa itu, ada yang bilang
masalah angkot, futsal sampe pemilihan lurah. Jadi ngerasa ngga aman mau bawa
barang-barang berharga keluar. Nyewa motor harus dijaga bener-bener. Meleng dikit
barang ilang. Pernah dulu pas baru dikasih hape sama kakak, eh ilangnya di
kamar kostan, setelah diusut kayanya ibu-ibu tukang pijit yang bawa.
Salah satu hal
yang bikin ngga aman kampus adalah aksesnya yang bebas banget buat orang luar. Ga
jarang para pencuri itu nyamar jadi tukang ojeg ato mahasiswa S2, persis mirip
banget. Risih juga kadang dengan open acces kampus yang mempersilahkan siapapun
masuk. Males juga kadang liat anak-anak SMP pada pacaran di taman. Dulu pernah
mikir pas banyak berita itu, gimana kalo kampus ngebatesin aksesnya. Jadi ngga
semua orang boleh masuk kampus. Gileee...anak kpm mikir kaya gitu?? Haha apa
iya?
Jadi keinget
bacaan-bacaan matkul yang banyak ngomongin masalah konflik. Kebanyakan konflik eksternal
diakibatin sama adanya pendatang yang (dianggap) semena-mena. Entah semena-menanya
karena hidupnya lebih makmur karena lebih kerja keras, kaya kejadian di
Kalimantan Suku Dayak vs Madura. Ato karena pendatang yang nutup akses
masyarakat sekitar sama sumber dayanya misal perusahaan sawit yang buka lahan
hutan yang ngelarang masyarakat buat akses ke situ lagi. Atau tentang penetapan
kawasan konservasi yang nutup akses masyarakat buat ngambil sesuatu atau lewat
sekalipun. Dan..karena ilmu itu tidak bebas nilai maka kami selalu diajari
untuk berpikir dari sudut pandang orang tertindas, masyarakat sekitar yang
aksesnya pada alam dihilangkan.
Nah, sekarang dibalik.
Kenyataannya diriku, mahasiswa lain dan IPB bertindak sebagai pendatang. Dan bisa
jadi segala konflik (pencurian dll) yang terjadi karena masyarakat sekitar yang
merasa dengan adanya kampus, hal tersebut tidak menjadikan mereka sejahtera;
atau malah karena sopan santun kami yang kurang dijaga. Intinya kita ternyata
turun ikut andil dalam berbagai perbuatan-perbuatan kriminal tadi.
Astaghfirullah. Jadi inget kata Bu Ugi yang diwanti-wanti sama suami (atau Ibunya
beliau gitu lupa) buat ngasih pekerjaan ke masyarakat sekitar karena kita udah
ngambil wilayah mereka. Lha emang apa urusan kita? Lha wong udah bayar SPP sama
uang kostan?
Ini sama
ceritanya kaya masyarakat adat yang tinggal disebuah wilayah, anggaplah sebuah
desa dan hutan tempat mereka nyari kayu bakar, air, madu, intinya nyari makan
lah ya. Trus tetiba pemerintah ngasih
HGU ke perusahaan buat bikin perkebunan kelapa sawit ke daerah itu. kemudian
akses masyarakat adat itu yang biasa ke hutan dicegat. Mereka ga boleh lagi
masuk hutan. Ga bisa nyari makan, ga bisa nyari kayu bakar. Jangankan makan,
sungai yang ada disebelah hutanpun jadi tercemar, ikan yang dulunya banyak di
sana jadi pada mati karena tercemar sama pupuk. Air tanahpun juga sulit, hutan
yang dulunya nampung air tanah trus nyalurin ke mana-mana sekarang malah
gantian nyerep air dari mana-mana. Nah loh bedanya apa?
gambar 1
gambar 2
Hegemoni yang Bijaksana??
Seorang bijak pernah bertanya kepada muridnya untuk apa mereka bersekolah. Dari jawaban klise ingin menuntut ilmu, hingga jawaban paling realistis ingin mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang muncul satu-persatu. Akhirnya beliau mengatakan tak lain dan tidak bukan tujuan pendidikan itu adalah untuk mencari sebuah kebijaksanaan. Mencari sebuah kebijaksanaan yang didapatkan dari jutaan kepala yang kau temui tiap harinya. Agar nantinya kamu bisa memandang hidup ini dengan lebih bijaksana.
Lalu kemudian aku bertanya-tanya tentang hidupku. Tentang dua puluh tahun ini kebijaksanaan apa yang telah ku punya, kearifan apa yang kudapatkan. Tentang ilmu dan apapun di dunia ini, tentang apa yang sudah kulakukan dengan ilmu itu.
Sore itu kami kembali membuka diskusi dengan topik yang sedang menarik di kampus ini, “hegemoni”. Kata dahsyat yang bisa menggambarkan bagaimana kekuasaan itu terus-menerus diupayakan agar tercipta kondisi stagnan. Bukan suatu upaya penciptaan kesadaran kritis agar terjadi pembebasan.
Dengan berbagai ilmu yang kudapat, nilai yang kumiliki, mengajarkanku untuk berpikir dari dua sisi. Tidak hanya menjustifikasi hagemoni sebagai suatu rezim kuasa yang harus didobrak dan dihancurkan, namun juga melihatnya sebagai suatu tata kelola yang diatur sedemikian rupa agar kehidupan ini tetap harmoni. Bisa membayangkan dunia ini tanpa aturan?
Hegemoni harus didobrak dengan kesadaran kritis yang menghasilkan pembebasan kaum tertindas, jika ternyata hegemoni itu dipandang sebagai suatu yang buruk seperti yang terjadi dalam pendidikan kaum tertindasnya Paulo Freire. Namun tidak lantas ketika diriku sadar bahwa sholat berjamaah itu merupakan sebentuk hegemoni imam kepada makmum untuk mengikuti gerakannya, tidak kemudian ketika menjadi makmum lalu rukuk dan sujudku mendahuluinya. Mengapa? Karena lantaran aku memiliki ilmu, aku memiliki nilai yang mengharuskanku untuk tidak mendahului gerakannya, untuk tetap tunduk mengikuti gerakannya hingga usai sholatku dan tentu saja meluruskan jika sang imam lupa, itupun dengan cara yang semestinya.
Atau ketika aku sadar bahwa seperangkat aturan dalam kampus ini merupakan sebuah hegemoni kampus kepada mahasiswanya, tidak lantas membuatku datang ke kampus dengan menggunakan celana pendek dan kaus oblong atau tidak masuk kuliah sama sekali sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap hegemoni kampus kepada mahasiswanya, atau mungkin menyalahkan pihak kampus yang melanggar hak asasi mahasiswanya untuk berbusana, karena itu akan menghancurkan diriku sendiri. Aku memiliki cara yang lebih elegan ketika tidak suka dikekang untuk selalu berangkat kuliah, dengan memanfaatkan jatah tidak masuk 20% mungkin. Mengapa? Karena nilaiku mengatakan segala aturan itu baik. Mengapa? Karena penilaian itu pasti tidak keluar dari siapa dan mendapatkan apa. Karena diriku sadar bahwa aku dan kawan-kawan yang lain mendapatkan kebermanfaatan yang jauh lebih banyak dari pada kerugian dari aturan itu.
Teringat sebuah ungkapan indah yang kudapat sore itu dari seorang bijak lain dari seorang guru, “Jika ilmu itu sudah kau miliki, kemudian kepada siapa ilmu itu akan diabdikan?”. Yap, ketika ilmu itu sudah terkumpul, nilai itu sudah ada, lalu kepada siapa ilmu itu akan diabdikan?
Itulah mungkin yang disebut ilmu itu tidak bebas nilai, karena pada akhirnya ilmu itu akan membentuk nilai yang mampu menuntunku untuk memandang baik buruknya sesuatu, untuk memandang hidup ini dengan lebih bijak lagi.
gambar
Friday, 19 December 2014
WIN !!
"Kemenangan sejati bukanlah kemenangan atas
orang lain. Namun kemenangan atas diri sendiri. Berpacu dijalur
keberhasilan diri adalah pertandingan untuk mengakahkan rasa ketakutan,
keengganan, keangkuhan, dan semua beban yang menambat diri di tempat
start.."
Di negara ini sudah
cukup banyak daerah yang secara administratif memiliki kepala daerah, tetapi
tak punya pemimpin. Sebab kepala daerah yang memanfaatkan sumber daya di
wilayahnya atas nama kekuasaan dengan sendirinya tidak memiliki mental
kepemimpinan. Itulah pemimpin yang mewarisi mental penguasa
Saifur
Rohman-Pemimpin Tanpa Keteladanan
Jadi pilih yang mana
nih, pemimpin yang mewarisi mental penguasa, atau penguasa yang memiliki mental
pemimpin?
~Kelembagaan Organisasi Kepemimpinan~
Rinduu
Sepertinya jarak dan waktu memang dicipta untuk tau sedalam apa kasih sayang tertanam, sejauh mana kerinduan bermakna.
Jika
Jika
hari ini mulut kita banyak mengeluh karena cerita hidup, semoga esok ia
kembali bertutur bijak memaknai hikmah akan kisahnya..
Jika hari ini iman kita surut, semoga esok gelombang keimanan kembali pasang dan mengikis kufur menjadi syukur..
"Apapun yang terjadi hari ini sudah merupakan suatu rencana dari Sang Maha Perencana.
Mungkin ada yang terasa tak menggembirakan,
Tapi yakinlah wahai hati.. ada hal baik yang akan kita temukan lagi.
Mungkin belum sekarang, tapi nanti ketika kisah kita yang lain membukanya kembali"
Selamat beristirahat, selamat menantang kisahmu yang lain esok hari ;)
Hadiah
terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang pada anak-anaknya
bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi. Bukan pula, eraman hangat di
malam-malam yang dingin. Namun, ketika mereka melempar anak-anak itu
dari tebing yang tinggi. Detik pertama anak-anak elang itu menganggap
induk mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, matilah aku.
Sesaat kemudian, wahai betapa indahnya..... bukan kematian yang mereka terima,
namun kesejatian diri sebagai elang,
yaitu terbang tinggi, meliuk melayang bersama angin. Iyaa, saat terindah
adalah ketika ditantang keluar dari zona nyaman. Bila kita tak berani
mengatasi masalah, kita tidak akan menjadi seseorang yang sejati. Indah
bukan.
Saturday, 22 March 2014
Mempertahankan lahan pertanian?
Bagaimana cara
mengubah paradigma petani di Karawang dan Kuningan agar tidak menjual
tanah pertaniannya sedangkan tanah tersebut kini hanya menghasilkan 10
juta/tahun untuk 2x musim tanam padi, sementara jika di tanahnya di bangun mall
maka ia bisa mendapatkan penghasilan ber-M M per tahun??
Tidak usah menunggu
pemerintah mengeluarkan menganggarkan 20% APBD untuk petani
Tak usah menunggu
direalisasikannya Undang-undang Lahan Abadi
Apalagi menunggu
kita menjadi menteri
Cara paling real dan
gampang dilakukan adalah...
"Nikah aja kita
sama pewaris-pewaris tanah itu. Kemudian pengaruhi mereka agar tidak
menjual tanahnya. Agar penerus kita nanti masih bisa makan nasi buatan
negeri sendiri."
:p
Puisi anak PKI
Ayah,
Haruskah
kupanggil kau ayah?
Sementara
kau tak pernah meminta bagaimana aku memanggilmu
Aku
memanggilmu begitu karena teman-temanku memanggil ayahnya demikian
Ayah,
Aku
mencintaimu
Entah
bagaimana aku bisa mencintamu
Sementara
kau telah pergi pagi itu dan saat senja aku baru lahir ke dunia
Lalu
orang disekelilingku mengatakanmu biadab, lebih biadab dari orang-orang yang
mengoyak tubuhmu
Ayah,
Aku
rindu
Merindu
pada apa, akupun tak tahu
Melihat
wujudmupun tak pernah
Ayah,
Aku
ingin jatuh cinta
Entah
bagaimana aku mencari lelaki baik itu
Kau
tak pernah mengajarkan bagaimana mencari lelaki sepertimu
Ayah,
Aku
benci harus hidup begini
Sepanjang
hari orang-orang hanya memaki
Di
film-film bahkan buku bacaan SD saat ini
Kadang
aku ingin tuli, ingin menjadi bisu
Ayah,
Jika
kau sudah bertemu Tuhan, tolong sampaikan permintaanku pada-Nya
Aku
hanya ingin ada sebagaimana layaknya manusia
Mungkin inilah
perasaan anak-anak PKI yang belum sempat bertemu ayahnya, ternyata
penyiksaan itu masih terjadi sampai hari ini. Jika dulu disiksa raga, namun
ternyata siksa jiwanya tak kalah nyata. Semoga mereka segera dapat diperlakukan
sebagaimana layaknya manusia.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Alhamdulillah akhirnya inget password blog, semoga azzam buat nulis rutin di blog bukan hoax!
-
Tulisan ini pernah dimuat di sini Khoirunnisak, fasilitator Pulau-Pulau Kecil Terluar Kementerian Kelautan dan Perikanan nampaknya me...
-
“ Masih kuingat, ketika seorang sahabat berkata bahwa dirinya sekarat saat kehilangan seorang sahabat. Mungkin sedikit berbeda. Saat sa...
-
Dalam hidup ini pasti suatu saat kita akan dipertemukan dengan persimpangan jalan, dan mau tak mau harus memilih dan membuat keputus...